Kolom  

PA-GMNI di Tengah Perubahan Arus Generasi

Oleh: Dr. USMAR. SE.,MM

Fenomena saat ini, Indonesia sedang berada di pusaran Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0, karenanya dampak perubahan sosiologis maupun antropologis sebagai konsekuensi memasuki era ini, haruslah dicermati dan direspon dengan baik dalam mengelola generasi baru bangsa.

Dalam revolusi indusri 4.0 yang memiliki tiga karakter utama dalam gerak dinamisnya yaitu: Inovasi, Otomasi dan Transfer Informasi membutuhkan konsepsi baru dalam semangat memberikan jalan pada proses kaderisasi.

Era Revolusi Industri 4.0 merupakan fenomena yang mengkolaborasikan teknologi cyber dan teknologi otomatisasi, dimana konsep penerapannya berpusat pada konsep otomatisasi yang dilakukan oleh teknologi, tanpa memerlukan tenaga kerja manusia dalam proses pengaplikasiannya.

Begitu juga Society 5.0 atau Masyarakat 5.0 dalam menyelesaikan masalah sosial dengan mengintegrasikan ruang dunia maya dan nyata. Dan dalam konteks ini teknologi masyarakat yang berpusat pada manusia sudah berkolaborasi dengan teknologi Artificial Intelligence (AI) dan Internet of Thing (IoT).

Untuk itu menyambut dinamika kongres ke-4 PA- GMNI (Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia) di Kota Bandung, yang akan dilaksanakan pada tanggal 21-23 Juni 2021 yang akan datang, yang akan diikuti 269 DPC (Kab/Kota), dan 34 Provinsi se-Indonesia, haruslah mampu membaca perubahan arus zaman generasi baru tersebut

GENERASI HEBAT ALUMNI GMNI

Memahami kehadiran generasi baru dalam zaman baru, aktivitas PA-GMNI haruslah senyawa dengan perubahan yang terjadi tersebut, jika kita tidak ingin hanya puas bermain pada tataran retorika dan larut dalam romantisme kenangan semata.

Jika kita gagal melakukan adjusment strategi aktivitas kita dalam konteks kekinian, maka kita akan kesulitan keluar dari rasa berjaya, namun sejatinya tak berdaya dalam memenangkan kompetisi di ranah realitas kehidupan berbangsa dan bernegara.

Karenanya romantisme kenangan yang kita bangun hanyalah satu instrumen untuk mendinamisir dalam berdialektika dengan realita, kalau kita meminjam istilah Bung Karno itu yang di istilahkan beliau adlah “RODINDA”.

Kita generasi yang ada dalam barisan PA-GMNI saat ini, secara sosiologis adalah generasi yang beruntung, yang dapat melihat dan mengalami langsung bagaimana bertahan dan berjuang ditengah rezim otoriter orde baru yang sangat represif itu.

Semangat bertahan dan berjuang dalam rezim otoriter itu, di tengah tekanan yang amat dahsyat, namun tetap mampu membangkitkan semangat melawan dan tetap berkreasi dan beraktivitas yang loyal pada jalannya ideologi Marhaenisme yang diyakini, hingga ikut berpartisipasi aktif dalam upaya mengakhiri era rezim tersebut, telah lebih dari cukup untuk mengatakan bahwa itu adalah era generasi hebat.

ORGANISASI PAGUYUBAN BUKAN PATEMBAYAN

Secara defenisi organisasi Paguyuban (Gemeinschaft) adalah organisasi sosial yang memiliki keanggotaan dalam jumlah yang relatif banyak dan bersifat saling mendukung satu sama lain dengan ikatan batin yang bisa dirasakan secara langsung, karena kesamaan identitas dalam ikatan yang sangat kuat yang mampu bertahan dalam rentang waktu yang sangat panjang. Nah dalam konteks inilah PA-GMNI yang mesti kita pertahankan.

Namun nilai lebih yang harus diperjuangkan untuk melengkapi defenisi paguyuban di atas, adalah bagaimana menjadikan organisasi PA-GMNI, adalah barisan para pemenang yang mampu memberikan secara optimal energinya untuk kejayaan bangsa dan negara tercinta ini.

Sehingga dalam perspektif ini, PAGMNI jelas dan tak sama dengan organisasi yang berbaisikan Patembayan (gesellschaft), yang dalam klasifikasi kelompok sosial menurut Georg Simmel sosiolog asal Jerman merupakan bentuk kelompok sosial yang dimana para anggota – anggotanya memiliki ikatan yang hanya berbentuk sementara dan memiliki sifat sekunder.

MEMBANGUN JARINGAN INTELEKTUAL ORGANIK

Dalam perspektif Gramsci, Intelektual adalah mereka yang berpikir dan memiliki kesadaran, sehingga memikul beban untuk menyadarkan masyarakat dengan pengetahuan yang dimiliki dari proses berpikirnya.

Adapun Intelektual organik, yaitu mereka yg dengan kesadaran dan pengetahuannya mengambil langkah untuk membangkitkan kesadaran perlawanan terhadap berbagai agenda kekuasaan manapun yang dianggap akan merugikan dan menyengsarakan rakyat. Nah, jaringan Intelektual Organik inilah yang harus dibangun oleh fungsionaris PA-GMNI.

Dengan berbekal kesadaran sebagai bagian intelektual organik seperti ini, kita berharap PA-GMNI, yang juga merupakan himpunan dari para alumni berbagai perguruan tinggi, memiliki kesadaran tinggi mau menggunakan sumber-sumber kekuatan yg dimilikinya, baik itu pengetahuan maupun basis massa, untuk mengambil langkah dalam membangkitkan kesadaran rakyat agar mau berperan aktif, dalam mengibarkan panji-panji kebesaran bangsa dan negaranya.

Namun yang perlu kita ketahui, bahwasannya generasi baru, yang mendominasi keberadaanya dalam ruang “Bonus Demografi” menurut sensus penduduk tahun 2020 adalah Generasi Z atau GenZ dan milenial*, yaitu generasi yang lahir di era Internet, antara 1995 dan 2010 dan Generasi Alfa atau Genalfa* adalah generasi yang lahir di era ponsel cerdas, setelah tahun 2010, jumlahnya mencapai 27,94 persen, adalah Generasi Z, dan sebanyak 25,87 persen Generasi Milenial dari total populasi tahun 2020 sebanyak 270,20 juta jiwa.

Itulah gambaran arus baru generasi yang dihadapi saat ini. Tentu baik secara gaya dan cara, maupun pola gerakan yang akan dilakukannya, dengan sendirinya menyesuaikan dengan kondisi zaman keberadaan mereka, dan tentu akan berbeda dengan kita para pendahulunya.

Karena memang hanya satu yang abadi di Dunia ini, yaitu PERUBAHAN, maka fungsionaris PA-GMNI yang akan datang tidak ada pilihan harus berada pada garis perubahan itu.
SELAMAT KONGRES PA-GMNI, Generasi terbaik bangsa.

 

Penulis: Ketua LPM Universitas Moestopo (Beragama) Jakarta &  Ketua Umum Lembaga Kebudayaan Nasional (LKN)

Jasa Kelola Website

Tinggalkan Balasan

Kuliah di Turki