Kolom  

Memaknai HUT Kemerdekaan RI di Tengah Pandemi Covid-19

Oleh: Dr.Ir. Ishak Tan, M.Si
(Bagian pertama)

Dosen Universitas Winaya Mukti; Anak VETERAN Pejuang Kemerdekaan RI;
Mantan Sekjen Pimpinan Pusat Pemuda Panca Marga

Republik Indonesia telah berusia 75 tahun pada 2020 ini. Sejak merdeka pada 17 Agustus 1945, Indonesia tumbuh sebagai negara dengan keberagaman yang tinggi. Negara ini berdiri di atas kebhinekaan yang disusun oleh 300 kelompok etnis dengan 1.340 suku bangsa, enam agama besar yang diakui negara dan 1211 bahasa daerah. Realitas yang harus diterima, pada peringatan kemerdekaan Indonesia tahun ini berlangsung ditengah mewabahnya pandemi covid-19. Bagaimana memaknainya.

Sejarah Panjang Perjuangan Kemerdekaan RI
Kesadaran akan satu berkebangsaan di atas realitas kebhinekaan untuk mengusir penjajah dari bumi nusantara, sejatinya telah disemai dan mulai tumbuh sejak tahun 1908. Perjuangan mengenyahkan penjajah telah dilakukan beratus tahun sebelumnya oleh para pahlawan di masing-masing wilayah, tetapi dilakukan secara spasial. Semaian kesadaran berkebangsaan ini berkembang terus semakin menguat. Kesadaran dan penguatan ini mencapai simpulnya pada tahun 1928 melalui penyelenggaraan Kongres Pemuda yang melahirkan Sumpah Pemuda di Jakarta. Pergerakan kemerdekaan menitik puncaknya pada tahun 1945 dengan diproklamirkannya kemerdekaan Indonesia oleh Bangsa Indonesia yang diwakili oleh Soekarno-Hatta.

Sebelum kemerdekaan, dibentuk Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, disingkat BPUPKI. Pada 29 April 1945 anggota BPUPKI dipilih secara demokratis mewakili semua golongan yang ada di Indonesia. Jumlah keanggotaan badan ini 69 orang mewakili lima golongan yakni Golongan Pergerakan, Golongan Islam, Golongan Birokrat atau Kepala Jawatan, Wakil Kerajaan, Pangreh Pradja (Residen, wakil Residen, Bupati, Walikota), dan Golongan Peranakan (Cina, Arab dan Belanda). Terdapat dua orang perempuan di keanggotaan BPUPKI tersebut. Ini semua menjadi salah satu bukti, sejak awal negara ini berdiri, Indonesia selalu berusaha untuk merangkul semua golongan, dan mestinya hingga kini pun milik semua golongan.

Melalui proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, lahir negara dan bangsa Indonesia. Kedua entitas ini terbentuk bukan dari yang tidak ada, tetapi dari aneka suku dan etnis yang sudah ada sejak ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu. Mereka memiliki daerah kekuasaan, hukum adat, tradisi dan bahasa masing-masing, bahkan ada yang mempunyai aksara dan penanggalan serta sistem pemerintahan sendiri berupa kerajaan atau kesultanan berdaulat. Kemerdekaan nasional mengajak mereka membentuk satu entitas yang lebih besar dan lebih bermartabat serta lebih menjanjikan. Sementara itu negara adalah bangsa yang terorganisir. Sedangkan bangsa bukanlah pengertian deskriptif. Ia bukan suatu fakta mapan. Dengan kata lain, istilah bangsa bukan menyatakan keadaan, tetapi suatu gerakan, suatu kemauan, suatu usaha bersama. Dengan demikian negara bangsa Indonesia merupakan sebuah hasil konsensus yang dibangun diatas disiplin dan komitmen yang kuat. Konsensus, disiplin dan komitmen yang kuat akan lebih berdaya guna dan lebih bermakna jika dibalut dengan konsistensi dalam berkolaborasi.

Pembelajaran sejarah tentang konsensus, disiplin dan komitmen serta kolaborasi pada era demokratisasi saat ini perlu diedukasi dan dikomunikasikan secara teratur dan terukur. Sejarah mencatat bahwa substansi demokrasi telah dipraktekkan oleh sekelompok tokoh pemuda pilihan pada tahun 1928. Mereka menerima bahasa Melayu sebagai penyusun utama bahasa Indonesia, bukan bahasa Jawa atau bahasa Sunda yang masyarakat penuturnya paling banyak di Indonesia. Penerimaan tersebut terfasilitasi diatas bangunan konsensus, disiplin, komitmen dan kolaborasi dari tokoh-tokoh pemuda pada saat itu.

Hal ini dilakukan untuk kepentingan bangsa yang lebih besar karena mampu melihat kepentingan bangsa jauh ke depan. Bahasa Melayu adalah bahasa yang dipakai oleh penutur di empat negara besar di ASEAN saat ini, dan bahasa Indonesia yang berakar dari bahasa Melayu diperjuangkan sebagai bahasa resmi dalam pertemuan-pertemuan ilmiah di tingkat ASEAN. Ini menunjukkan begitu demokratisnya saudara-saudara kita dari suku Jawa dan Sunda yang mau menerima komitmen bersama untuk kepentingan bangsa yang jauh lebih besar.

Kita tidak pernah mengikuti fase perjuangan fisik negara ini sehingga kita seolah tak memiliki ikatan yang kuat terhadap negara ini. Oleh karena itu, kita harus bersama-sama perjuangkan kesadaran itu melalui berbagai cara. Pembelajaran sejarah perlu dihidupkan sekaligus ditumbuhkembangkan untuk memberikan edukasi tentang sejarah terbentuknya negara ini. Juga diperlukan edukasi tentang proses pengkristalan semangat dan nilai-nilai kebangsaan yang dibangun oleh generasi cerdas dan hebat pendahulu kita yang dimulai sejak 1908 oleh Boedi Oetomo. Selanjutnya penguatan semangat kebangsaan dilakukan oleh kelompok tokoh-tokoh pemuda terpilih dari seluruh Indonesia pada tahun 1928.

Puncak kekuatan semangat kebangsaan tersebut diwujudkan dalam bentuk Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang dilaksanakan tanggal 17 Agustus 1945. Disini terjadi kolaborasi gerakan tokoh-tokoh intelektual dan tokoh-tokoh pemuda (bersambung).

Jasa Kelola Website

Tinggalkan Balasan

Kuliah di Turki