Jakarta, BIJAK
Acungan jempol patut ditujukan kepada Pangdam Jaya dan jajaran yang langsung antisipatif sehingga peristiwa penembakan di sebuah kafe di Jakarta Barat, betul-betul dipahami sebagai perbuatan sosok personal yang kebetulan anggota Polri.
“Pernyataan Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurrahman (melalui Kapendam) cukup mendinginkan. Ini contoh seorang prajurit panutan berbudaya damai dan mendidik. Dia memang guru,” kata pengamat budaya, Suryadi, M.Si kepada media di Jakarta, Jumat (26/2/21).
Mayjen Dudung sebelum menjadi Pangdam Jaya adalah guru militer dan dipercaya Negara menjadi Gubernur Akmil di Magelang, Jateng.
Suryadi juga memuji Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Dr. M. Fadil Imran yang tampil langsung di hadapan publik mengambil tindakan tegas seraya meminta maaf.
“Tersangka sudah diamankan. Sinergitas TNI – Polri tetap berjalan seperti biasa,” kata Kapolda Metro Jaya kepada media di Jakarta, Kamis (25/2/21).
Sebagaimana dipublikasi oleh media, dua orang sipil dan seorang anggota TNI tewas serta seorang lainnya harus menjalani perawatan akibat ditembak oleh seorang anggota Polri di sebuah kafe di Jakarta Barat.
Peristiwa ini memang pukulan berat bagi Polri yang tengah gencar mengkampanyekan “melayani masyarakat dengan humanis”.
Oleh karena itu, di satu sisi kejadian serupa itu harus diwaspadai oleh Polri. Tetapi, secara umum, baik Polri maupun Kodam Jaya harus lebih memperketat patroli bersama agar tidak ada lagi tentara atau polisi yang berkeliaran di kafe-kafe tanpa jelas kepentingannya.
“Polri harus lebih terpacu berbenah khususnya terkait pengelolaan SDM dan kontrol senpi dinas. Kekerasan bukan budaya polisi modern apalagi sudah bertekad menjadi Polri yang profesional, modern dan terpercaya. Kekerasan harus ditinggalkan,” ungkap Suryadi.
Ia juga mengingatkan Kapolri, peristiwa itu terjadi saat jelang shubuh. Artinya, di masa Covid-19, sudah seharusnya seorang anggota Polri justru menertibkan tempat hiburan sejenis yang melanggar jam operasional.
“Kabarnya, kafe tersebut sudah dua kali terkena peringatan Pemprov DKI karena melanggar jam operasional di masa Covid ini. Lha ini kok malah ada anggota polisi minum-minum di situ,” kata Suryadi.
Kalau soal tersangka dihukum atau dipecat, lanjutnya, rasanya sudah memang seharusnya dilakukan institusi Polri terhadap tersangka.
Lebih jauh daripada itu, jelasnya, harus dilihat dari sudut pengawasan secara organisasi terhadap pengoperasian seorang aparat yang dilengkapi oleh senjata api.
Jika hal itu diteliti secara hirarkis, lanjutnya, maka akan ditemukan kepada siapa tersangka harus bertanggungjawab dan masih layakkah seorang polisi seperti dia dipersenjatai.
Bagi seorang polisi, katanya bertamsil, senjata api itu sama dengan istri. Tidur pun tak bisa pisah dari senpi.
“Senpi harus dijaga betul-betul, baik menyimpan maupun penggunaannya. Ada tertib aturannya. Misalnya, membela diri atau nyawanya benar-benar terancam. Atasan tahu itu harus terkontrol dan terlacak kemana pun si pemegang pergi,” kata Suryadi.
Suryadi mempertanyakan, apakah tersangka itu layak atau tidak secara emosional, psikologis, dan sosiologis? Hal ini, lanjutnya, berlaku sebagai suatu kelayakan bagi setiap anggota Polri untuk dipersenjatai dalam bertugas.
Jika memang ada alasan lain, lanjutnya, seperti diketahui bahwa seorang anggota suka mabuk-mabukan, hal itu lebih berat lagi, tercela dan sangat tidak layak dalam bertugas dilengkapi dengan senpi.
“Jika ada yang begitu harus segera dibina dan diterapi, bahkan dimutasi ke bagian tidak rawan. Mungkin dia akan lebih baik di fungsi administrasi atau bina mental,” kata Suryadi.
Peristiwa memprihatinkan dan jelas membawa pilu bagi para keluarga korban itu, harus benar-benar disikapi dengan tegas oleh seluruh jajaran pemimpin Polri dari pusat hingga ke daerah-daerah.
Ia lebih lanjut mengimbau agar Polri secara institusi benar-benar menempuh pengetatan secara proporsional dalam melengkapi setiap anggotanya dengan senpi.
Suryadi mengaku banyak mengenal anggota polisi di desa, Bhabinkamtibmas yang sudah bertahun-tahun bertugas tanpa dilengkapi senpi. Mereka sangat sinergis bekerja sama dengan Bhabinsa/ TNI AD.
“Mereka malah cepat diterima masyarakat dengan baik. Jadikan ini peristiwa yang terakhir. Jangan sampai karena nila setitik, rusak susu sebelanga. Semua pihak harus mampu menahan diri dan Polri harus pula lebih realistis,” imbau Suryadi.
Redaksi