Jakarta, BIJAK
Kualitas karya jurnalistik itu ditunjukan oleh persesuaian antara “wajah” dan konten substansi yang selektif, sehingga di mata dan telinga publik tidak omong-omong doang (Omdo).
“Lha kalau cuma jual judul, itu sama saja dengan menjatuhkan narasumber dan media itu sendiri,” kata pemerhati pers, budaya dan kepolisian, Suryadi, M.Si kepada media di Jakarta, Jumat (12/11/2021).
Ia mengomentari pentingnya azas selektif pada setiap pemberitaan media, agar dapat memenuhi kepentingan publik tentang nilai penting, menarik dan kebaruan pada setiap muatan informasi yang dipublikasikan oleh media.
Apalagi, lanjutnya, dewasa ini teknologi maju sangat mendukung baik narasumber maupun jurnalis untuk bekerja lebih mudah dan lebih cepat sampai di mata dan telinga publik.
Untuk itu, ia menyarankan jalan tengah kepada narasumber dan jurnalis agar tercapai suatu kualitas memadai di setiap informasi dalam konten karya jurnalistik.
Pertama-tama, sarannya, kedua belah pihak perlu melandaskan diri pada azas jujur dan selektif materi sehingga sudut pandang yang tampil di setiap berita betul-betul terpilih dan selalu punya nilai penting, menarik, dan punya nilai kebaruan.
Untuk itu, lanjutnya, ada baiknya kebiasaan yang sudah sejak lama dipertahankan, yakni setiap narasumber menyediakan diri untuk terbuka di hubungi kembali oleh jurnalis terkait informasi yang akan dipublikasikan.
Misal, lanjut Suryadi, bila mengeluarkan rilis cantumkan kontak person yang berwenang untuk digali lebih lanjut kedalaman materi informasinya.
“Lebih daripada itu narasumber sudah selayaknya menyediaikan diri untuk siap dihubungi baik secara teknis maupun materi informasi. Sibuk? Itulah risiko pekerjaan,” tukas Suryadi.
Di lain sisi para jurnalis pun senantiasa hendaklah membiasakan diri berpikir kritis dan skeptis, tapi sama sekali menjauhkan diri dari sinisme.
Semua itu penting diperhatikan oleh narasumber dan jurnalis, mengingat komitmen suatu publikasi media itu pada kebenaran yang wajib dipertanggungjawabkan kepada publik.
Ia yakin, akhirnya semua akan melihat kepada kualitas yang harus muncul mulai dari isi substansi sampai kepada bentuk dan kemasan pemberitaan.
Jika kualitas tidak menjadi perhatian penting narasumber dan jurnalis, lanjutnya, perlahan tapi pasti publik akan meninggalkan mereka dengan cara masing-masing karena merasa kepentingannya tidak terpenuhi.
“Publik itu atentif, tapi juga kejam hukumannya. Mereka akan memilihi yang memang memenuhi kebutuhan mereka,” Suryadi mengingatkan.
Itulah, lanjutnya, pentingnya baik narasumber maupun media berlaku saksama untuk berkomitmen melayani kepentingan publik akan suatu nilai yang dibawa oleh informasi terpublikasi.
Hal tersebut akan bisa dicapai, bila baik narasumber maupun media ada dalam suatu orkestrasi kerja yang mandiri dari posisi masing-masing sehingga mampu menjadi sama-sama terbuka.
“Mulailah dengan niat dan tujuan berkualitas, sebab publik itu adalah daulat penentu. Maka, jangan dikhianati kepentingannya agar mereka tidak bosan mengikuti perkembangan melui informasi media,” kata Wasekjen Lembaga Kebudayaan Nasional (LKN) itu. Red