SELAMAT DATANG KEMENTERIAN BARU

Oleh: Dr.Usmar.SE.,MM

TAHUN ke-2 periode kedua kepemimpinan Presiden Joko Widodo, muncul satu kementerian baru dan satu kementerian hasil penggabungan.
Demikian keputusan akhir Rapat Paripurna DPR RI hari Jumat (9/4/21).

Adapun Kementerian baru yang di putuskan dalam Rapat paripurna itu adalah Kementerian Investasi. Selain itu juga terdapat penggabungan sebagian tugas dan fungsi Kementerian Riset dan Teknologi ke dalam Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sehingga menjadi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi.

Keputusan penting ini, sebagai respon diterimanya Surat Presiden (Surpres) dengan Nomor R-14/Pres/03/2021 kepada parlemen, dimana isi surat itu adalah pertimbangan pengubahan kementerian.

Dan hal ini sudah benar, jika kita melihat Undang-Undang No.39 Tahun 2008, dalam Pasal 19 ayat 1, yang berbunyi Pengubahan sebagai akibat pemisahan atau penggabungan Kementerian dilakukan dengan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.

Untuk pembahasan tulisan kali ini, penulis hanya membahas tentang dibentuknya Kementerian Baru yaitu Kementerian Investasi.

Sebetulnya wacana pembentukan Kementerian Investasi, sudah digulirkan Presiden Jokowi pada tanggal 14 Agustus 2019 lalu saat menang Pilpres 2019, dimana beliau mengatakan bahwa tengah menyusun nomenkelatur dan menteri baru, yaitu bakal membentuk Kementerian Investasi untuk menggenjot investasi dan nantinya BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) akan menjadi salah satu portofolio dalam kementerian itu,” .

Memang dalam rapat paripurna tanggal 9 April 2021 kemarin, secara prinsip DPR RI sudah menyetujui tentang rencana kementerian baru tersebut, tapi masih ada tahapan berikutnya yang akan dilakukan dalam melengkapi dan menyiapkan regulasi keberadaan Kementerian baru tersebut yang rencananya DPR RI akan kembali bersidang pada tanggal 5 Mei 2021, setelah masa reses selama 1 bulan yang sedang di jalani saat ini.

Karena itu dalam rentang waktu saat reses ini, perlu kiranya publik memberikan masukan dan saran, tentang keberadaan kementerian baru tersebut, mengingat rencana pembentukan kementerian baru ini, meski sudah diwacanakan sejak tahun 2019, tapi tidak di dahului dengan masukan dan uji publik.

Idealnya pembentukan lembaga ataupun kementerian baru, adalah sebuah upaya untuk mendorong dan meningkatkan kinerja pemerintah, dalam konteks kewenangan dari lembaga ataupun kementerian baru tesebut. Jika tidak terjadi perbaikan dan peningkatan yang signifikan, maka sesungguhnya adalah suatu ke sia-sian.

KEBERADAAN KEMENTERIAN INVESTASI

Dari nama kementerian ini, maka kita dapat membayangkan bahwa dibentuknya kemeneterian investasi ini, adalah bertujuan untuk mendorong dan meningkatkan jumlah investasi baik dalam skala kuantitas maupun kualitas.

Dalam kondisi pandemi Covid-19 yang sedang terjadi saat ini, diseluruh dunia terjadi kontraksi ekonomi, dah bahkan dalam konteks indonesia telah terjadi hattrick kontraksi ekonomi dalam 3 triwulan terakhir 2020 lalu, bahkan kemungkinan masih berlanjut dalam triwulan 1 tahun 2021 ini, yang berarti secara teoritis Indonesia telah masuk dalam Resesi Ekonomi dengan tekanan ekonomi yang sangat berat.

Dapat dipahami dan dimengerti, jika harapan besar tentunya digantungkan pada eksistensi dan kinerja Kementerian Investasi ini.

Untuk itu, pertanyaan yang harus digulirkan dalam diskursus publik adalah apa dan bagaimana upaya dan strategi yang akan dilakukan oleh Kementerian Investasi ini ? Dan seperti apa nantinya Status Kementerian Investasi ini, apakah sebatas Kementerian Negara ataukah ditingkatkan menjadi Kementerian Teknis ? serta nanti keberadaannya, apakah dibawah Koordinasi Menko Ekuin atau Menko Maritim dan Investasi ?

*BKPM HILANG KEMENTERIAN INVESTASI DATANG*

Sesuai dengan apa yang disampaikan Presiden Jokowi pada 14 Agustus 2019 lalu, bahwa “BKPM akan menjadi salah satu portofolio dalam kementerian itu,”.

Artinya secara fungsi dan kewenangan Kementerian Investasi adalah sama dengan tupoksi dari BKPM, hanya saja ketika kelembagaanya masih sebatas Badan, maka akan ada kesulitan dan hambatan koordinasi dan eksekusi implementasi investasi ditengah meningkatnya arogansi kelembagaan sektoral, baik ditingkat kementerian maupun dengan PEMDA dalam konsepsi otonomi daerah.

Inilah tugas pertama yang harus mampu di atasi kementerian Investasi, yang selama ini kesulitan dilakukan oleh BKPM. Karena itu, menurut saya Kementerian Investasi ini jangan dibentuk dalam pengertian Kementerian Negara, tapi sebaiknya menjadi Kementerian Teknis.

Sebab dengan meningkatnya status Kementerian Teknis, berarti terjadi peningkatan kewenangan, dan ini lebih memudahkan mengatasi tugas pertama, yaitu minimalisr arogansi koordinasi sektoral.

Dengan demikian kita dapat berkata BKPM hilang Kementerian Investasi Datang, bukan BKPM tenggelam, Kementerian Investasipun diam, yang dalam bahasa pesimis dalam pembentukan organisasi sering disebut “Tukiyem”, habis dibentuk lalu diem.

*PERINGKAT INVESTASI INDONESIA*
Berdasar Indeks yang dibuat oleh Bank Dunia, yang tercantum dalam Kemudahan Berbisnis atau Ease of Doing Business, Indonesia masih berada di urutan 73 di dunia dan peringkat 6 di ASEAN. Namun, jumlah investasi asing atau Foreign Direct Investment (FDI) ke Indonesia, yang secara tidak langsung dipengaruhi Indeks Kemudahan Berbisnis, adalah yang terbesar nomor dua di ASEAN.

Ada 10 (sepuluh) indikator untuk mengukur kemudahan berbisnis atau yang juga dikenal dengan istilah Ease of Doing Business itu, yaitu sbb:
1. Pengurusan berbagai perizinan yang perlu dilakukan untuk memulai usaha.

2. Izin mendirikan bangunan untuk kegiatan usaha.

3. Pendaftaran tanah sebagai kepastian dan perlindungan hukum pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain.

4. Pembayaran dan jumlah pajak kepada perusahaan sesuai aturan perpajakan yang berlaku.

5. Hak legal peminjam dan pemberi pinjaman terkait dengan transaksi yang dijamin dan kedalaman informasi kredit.

6. Biaya dan waktu dalam penyelesaian perselisihan perdagangan dan kualitas proses hukum.

7. Perihal prosedur, waktu dan biaya dalam memperoleh koneksi jaringan listrik, pengadaan listrik yang baik, dan biaya konsumsi listrik.

8. Kemudahan dalam mengekspor barang dari perusahaan yang memiliki keunggulan komparatif dan impor suku cadang.

9. Kemudahan dalam tingkat pemulihan dalam hal kebangkrutan komersial dan kekuatan kerangka hukum kepailitan.

10. Perlindungan bagi pemegang saham minoritas di suatu negara.
Peringkat yang tinggi menunjukkan peraturan untuk berbisnis yang lebih baik (biasanya yang lebih sederhana), dan kuatnya perlindungan atas hak milik.

Dan dalam konteks Indonesia, sebagai tindak lanjut dari lahirnya Undang-Undang Cipta Kerja yang diharapkan dapat mendorong kemudahan berusaha dan berinvestasi, sebagai upaya mempercepat pemulihan ekonomi, maka Kementerian Investasi ini dibentuk sudah sangat tepat.

*MUNGKINKAH TERJADI PENINGKATAN INVESTASI*
Berdasar rilis dari BKPM capaian investasi Indonesia di tahun 2020, realisasi investasi Q4-2020 tumbuh 3% (yoy) menjadi Rp 214 Triliun dengan PMA tumbuh 5,5% menjadi Rp 111,1 Triliun sehingga total pencapaian investasi 2020 mencapai 101,1% dari target pemerintah.

Sedangkan untuk tahun 2021 ini, World Bank memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia bakal tumbuh positif 4,4 persen untuk PDB riil dan 5,5 persen untuk government budget balance. Angka ini lebih rendah dibandingkan perkiraan sebelumnya yakni 4,7 persen.

Ini sejalan dengan perbaikan ekonomi global yang diperkirakan terus berlanjut dengan tumbuh pada tahun 2021, setelah terkontraksi 3,8 persen pada tahun 2020.

Prediksi pertumbuhan ini dipicu peningkatan mobilitas yang terjadi di berbagai negara dan dampak stimulus kebijakan yang berlanjut yang ada di USA dan China yang dapat dilihat dari Perkembangan kenaikan Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur dan jasa berlanjut di AS dan Tiongkok.

Adapun target investasi yang masuk ke Indonesia tahun 2020 adalah sebesar Rp817,2, sedangkan realisasinya tahun 2020 sebesar Rp 826,3 triliun atau naik 10,1 persen dari target yang dicanangkan.

Sedangkan target investasi yang masuk ke Indonesia di 2021 ini sebesar Rp 900 triliun atau naik sekitar 8,96 persen dari realisasi tahun 2020 lau, tentu ini tidaklah mudah.

Sebagai orang yang lebih suka melihat dan berbicara dari perspektif positif dialektika saya hanya ingin mengatakan, “Memang tidak ada yang mudah dalam hidup, tapi tidak ada yang tidak mungkin”.

Yang penting kita berharap Pemerintah mau membuka data apa adanya. Dan harus dihindar menggunakan strategi dalam ilmu statistik, yang disebut teknik *”cherry picking”*, yaitu teknik hanya memilih data yang pas agar hasilnya bagus sesuai keinginan, sementara data yang tidak pas tidak dipilih.

Karena kalau itu yang dilakukan, maka adagium dari negatif dialektika tentang statistik yang mengatakan bahwa, “Di atas bohong ada dusta, di atas dusta ada Statistik”, tak dapat kita hindari.

Penulis: Ketua LPM Universitas Moestopo (Beragama) Jakarta / Ketua Umum Lembaga Kebudayaan Nasional

Jasa Kelola Website

Tinggalkan Balasan

Kuliah di Turki