Peran Agama, Kearifan Lokal Banten, Orangtua Bikin Anak Peka Keterancaman

Serang, BIJAK

Sinergi peran agama, kearifan lokal, dan terpenuhinya porsi asuh orangtua, akan membuat anak peka terhadap potensi kekerasan yang mengancam keselamatan mereka. Pada saat yang sama kampung keselamatan anak dan perempuan yang dipelopori oleh masyarakat, patut segera diwujudkan.

Pandangan tersebut juga muncul dari pemuka agama K.H. Ki Embay Mulya Syarif, akademisi UIN Serang, Dr. Ade Fartini, S.Ag., M.H., psikolog Dra. Entin Kurniatin Koswara dan Kapolda Banten, Irjen Pol. Dr. Rudy Heriyanto, S.H., M.H., M.B.A dalam Focus Group of Discussion (FGD), Selasa (29/6/21) di Mapolda Banten, Serang,

Diskusi Kelompok Fokus sehari itu bertajuk Mendorong Tumbuhnya Kelompok Peduli Rawan Kejahatan Terhadap Anak dan Perempuan, dibuka Kapolda sekaligus sebagai pembicara kunci. Dipandu oleh Dr. Usmar dari Lembaga Kebudayaan Nasional (LKN), FGD selain menampilkan ketiga narasumber, juga menghadirkan pembicara Dra. Sitti Ma’ani Nina, M.Si (Kadis P3KKB Banten), dan Kabag Wasidik Ditkrimum Polda Banten, AKBP Yudhis Wibisana, S.I.K., M.H.

Kegiatan FGD itu berlangsung secara virtual. Sebanyak 160 peserta antusias mengikuti FGD, yang 30 di antaranya hadir langsung termasuk Irwasda Kombes Pol. Ady Soeseno, Kepala Biro Operasi, Kombes Pol. Roem Taat, S.I.K., Dirkrimum Kombes Pol. Ade Rahmat Idnal, S.I.K., M.Si, Kabid Humas Kombes Pol. Edy Sumardi, S.I.K., M.H., dan Wadir Binmas Dr. Zainuddin, S.E., S.H., M.H. Selain itu juga hadir sebagai peserta para pegiat anak dan perempuan, akademisi, Lurah/ Kepala Desa, Ketua RT, ibu rumah tangga, remaja, dan perwakilan Polres/ Polresta. Sementara masing-masing dari 130 peserta lainnya mengikuti secara zooming dari enam Polres/ Polresta.

Maraknya tindak kejahatan dan penyimpangan seksual terhadap anak dan perempuan di wilayah hukum Polda Banten, kata Kapolda Irjen Pol Rudy dalam pengantar diskusi, telah memunculkan gagasan kreatif membentuk Kampung Pelopor Peduli Perempuan dan Anak (KPPPA).

“Tujuannya, menekan angka kekerasan, kejahatan, dan penyimpangan seksual terhadap perempuan dan anak,” urai mantan Kadiv Hukum Polri itu.

Data Ditkrimsus Polda Banten menunjukkan tingginya angka kejahatan terhadap anak dan perempuan di wilayah hukum Polda Banten pada 2019 – 2021. Menurut Kapolda, selama kurun 2019 hingga 2021 kini, telah terjadi 571 kasus. Sebanyak 458 di antaranya adalah tindak pidana persetubuhan dan pencabulan terhadap anak di bawah umur. Selain itu terdapat 98 kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dan 15 kasus tindak pidana kekerasan terhadap anak.

Kekerasan fisik dan seksual tersebut, menurut Irjen Pol. Rudy, telah membawa trauma berkepanjangan bagi para korban. Untuk itu, dia berharap akan terbentuk kelompok peduli lingkungan terhadap anak dan perempuan dari level RT sampai ke kabupaten dan kota.

“Diharapkan terbentuk kelompok di tingkat RT, RW. Desa/ kelurahan. Kecamatan, kabupaten, kota,” kata mantan Direktur Reserse Kriminal Polda Metro Jaya itu.

Kampung pelopor dengan kelompok seperti dikemukakan Kapolda tersebut, usai FGD menjadi perbincangan serius akademisi Ade Fartini dan psikolog Kurniatin dengan peserta diskusi Suryadi, M.Si dari LKN.

“Kelompok semacam itu perlu segera dibentuk. Ayo kita bentuk tim kecil lebih dulu untuk membahasnya,” demikian ajakan senada Ade dan Kurniatin kepada Suryadi. Ketika hal itu disampaikan kepada Kapolda Irjen Rudy segera direspon positif via pesan singkat (wa), “Ditindaklanjuti.”

Mengomentari gagasan kreatif Polda Banten tersebut, Suryadi mengatakan, pernyataan Kapolda itu menunjukkan tingginya kepedulian sekaligus keperihatinan mendalam terhadap kejahatan kekerasan dan seksual yang menimpa anak dan perempuan di Banten.

Harapan Kapolda akan berdirinya KPPPA jauh lebih maju. “Pemikiran Kapolda untuk mencari pemecahannya, lebih progresif, dan patut direspon balik segera oleh berbagai kalangan masyarakat demi kenyamanan Banten sendiri,” kata Suryadi.

Islam, Asuhan dan Baduy

Pemimpin Pondok Pesantren Tahfidz “Darul Hamid” Serang, KH Embay Mulya Syarif dalam paparannya mengatakan, Islam mengutamakan penghormatan terhadap kaum perempuan.

Sejalan dengan itu, Ibu menjadi sosok yang pertama sebagai “madrasatul ula” bagi anak-anaknya. “Artinya, Ibu adalah sosok pertama yang memberi sentuhan pendidikan pertama pada anak-anaknya,” ungkap Ketua Umum Lembaga Pendidikan Mathlaul Anwar itu.

Islam memberikan perhatian besar dalam masalah pendidikan sejak usia dini. Oleh karena itu pula, lanjut Ki Embay, islam sangat melarang kekerasan secara fisik atau non fisik terhadap anak-anak.

“Maka, orang dewasa khsususnya para orangtua harus bisa menjaga, melindungi serta mengayomi buah hatinya. Islam mengajarkan agar orangtua menjadi contoh teladan terbaik bagi anak-anak. Orangtua wajib menanamkan nilai-nilai agama kepada anak sehingga menjadi pribadi bertakwa,” kata KH Embay.

Bersahutan dengan Ki Embay, psikolog yang juga aktivis perempuan dan anak, Entin Kurniatin Kosawara mengimbau agar ayah dan ibu di rumah betul-betul menjadi orang pertama yang mendidik dan menjadi teladan bagi anak-anak.

Kepekaan anak dapat dibangun melalui perhatian dan kasih sayang yang sungguh-sungguh dari kedua orangtua. “Oleh karena itu, Ayah dan Ibu di rumah hendaklah bekerja sama dengan baik dan mempertontonkan keharmonisan di hadapan anak-anak. Selalu menebar kalimat-kalimat yang positif,” urai Entin Kurniatin Koswara.

Keluarga yang ramah perempuan dengan pengasuhan yang berkualitas dan ramah anak, lanjut psikolog klinis itu, dapat mewujudkan lingkungan masyarakat yang aman dan nyaman bebas dari kejahatan kekerasan.

Untuk mewujudkan lingkungan masyarakat yang aman, nyaman bebas dari kekerasan dan kerawanan kejahatan, ajak Entin Kurniatin, harus ada perubahan pengasuhan yang berkualitas dalam keluarga.

“Dengan begitu, akan terbangun anak yang memiliki kepribadian tangguh dan hebat untuk bisa menghindari kekerasan. Dengan demikian pula, hubungan sosial yang nyaman tanpa kekerasan tercipta,” ungkap Entin Kurniatin

Sementara, Dr Ade Fartini mengajak masyarakat Banten untuk berkaca kepada kearifan yang tumbuh dan terpelihara dengan baik pada kehidupan keluarga dan masyarakat adat Baduy di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak.

Ade menguraikan, di dalam masyarakat Baduy, pendidikan pada masa anak-anak menjadi tanggung jawab Ayah dan Ibu di rumah. “Nah, ketika anak sudah memasuki remaja, maka lingkunganlah yang bertanggung jawab mendidiknya. Terus begitu terwariskan secara turun-temurun seperti itu hingga kini,” kata penulis buku ‘Politik Hukum Pemenuhan Hak Konstitusuional Perempuan Baduy’ itu.

Terkait kejahatan apa pun termasuk kekerasan orang dewasa terhadap anak dan perempuan, setidaknya Polda Banten dan jajajaran, hingga kini tak mencatat adanya laporan kejadian antarwarga Baduy atau kejahatan oleh warga Baduy terhadap warga di luar wilayah ulayat Baduy.

Satu-satunya catatan kriminal yaitu pembunuhan yang diikuti pemerkosaan terhadap seorang gadis Baduy berusia 13 tahun, pada 2019, dengan pelaku tiga laki-laki dari luar Baduy.

Wilayah tanah ulayat Baduy terdiri atas tiga Baduy Luar dan 65 Baduy Dalam. Selain itu, terdapat satu perkampungan khusus Baduy di wilayah Pemerintah Desa Sangkanwangi. Wilayah ini disebut sebagai Kampung Kompol yang terdiri atas Kompol I, Kompol II, Cikareo, Cepak Buah, dan Cicengal.

Redaksi

 

 

Jasa Kelola Website

Tinggalkan Balasan

Kuliah di Turki