Ketua Dewan Penasihat PWI Jaya, Benny Joewono: Jadikan PWI Jaya Rumah Cerdas Bagi Wartawan Ibu Kota
JAKARTA,BicaraJakarta com –
Bagaimana menjadikan organisasi PWI Jaya sebagai rumah cerdas bagi anggotanya, yakni wartawan ibu kota, disampaikan Ketua Dewan Penasihat PWI Jaya Benny N.Joewono.
“Makna menjadikan PWI Jaya sebagai rumah cerdas bagi anggotanya, wartawan Jakarta, bisa dijadikan deskripsi visi atau tagline,” paparnya, Selasa (14/10).
Benny Joeeono menjabarkan konsep rumah cerdas PWI Jaya sebagai berikut. Secara kontektual, rumah cerdas bermakna tempat belajar, berinovasi, dan berbagi pengetahuan. “Identifikasi rumah cerdas bagi jurnalis menegaskan fungsi PWI Jaya sebagai pusat pengembangan kapasitas dan kolaborasi bagi para wartawan.
“Pengembangan konsep diskripsi bisa disesuaikan dengan program prioritas atau program terkini PWI Jaya,” ujar pendiri Digital News Network serta wartawan Kompas.com 2007-2014 dan Kompas Tv online tersebut.
Pemimpin Umum Ipotnews ini memberikan contoh. Pertama, PWI Jaya menjadi rumah cerdas bagi anggotanya, tempat bersemai dan tumbuhnya wawasan, etika, dan inovasi media. Penekanan diskripsi lebih kepada aspek pendidikan dan nilai-nilai profesionalisme.
Kedua, sebagai rumah cerdas bagi wartawan atau anggotanya, PWI Jaya hadir untuk membina, menginspirasi, dan memperkuat peran pers di era digital. Penekanan deskripsi kepada aspek lebih dinamis dan cocok untuk konteks modernisasi.
Ketiga, PWI Jaya rumah cerdas tempat anggotanya belajar, berjejaring, dan bertransformasi. Deskripsi yang ketiga ini lebih ringkas, komunikatif, dan cocok untuk tagline publikasi.
“Tantangan terbesarnya adalah menjadikan organisasi PWI Jaya, sebagai sebuah wadah yang tidak hanya melindungi, tetapi juga mencerdaskan, menghubungkan, dan mengangkat martabat profesi wartawan di mata publik dan seluruh pemangku kepentingan,” urai Benny Joewono.
Benny Joewono dipercaya menggantikan Johnny Hardjojo sebagai ketua dewan penasihat PWI Jaya masa bakti 2024-2029. Johnny Hardjojo menjadi salah satu fungsionaris PWI Jaya yang mendapat kehormatan masuk kepengurusan PWI Pusat 2025-2030 pimpinan Akhmad Munir dan Zulmansyah Sekedang. Johnny Hardjojo mengemban amanah sebagai ketua departemen Hankam, TNI dan Polri.
“Sebagai ketua dewan penasihat PWI Jaya yang baru, saya akan meneruskan pemikiran mas Johnny, termasuk style kepemimpinannya yang familiar. Untuk itu saya mohon dukungan teman-teman anggota Wanhat PWI Jaya, baik para senior maupun anggota baru seperti mas Kusnaeni dan pak Mohammad Nasir, ” papar Benny Joewono dalam sambutan penetapannya sebagai ketua Wanhat di Markas, sekretariat PWI Jaya.
“Perlu saya sampaikan, bahwa diakui atau tidak PWI Jaya menjadi barometer para wartawan. Harus diingat, PWI Jaya juga banyak melahirkan tokoh-tokoh wartawan, bahkan juga melahirkan tokoh wartawan yang menjadi wakil presiden dan menteri-menteri Republik Indonesia.
Adam Malik: Wakil Presiden RI ke 3, tokoh pers dan politisi yang juga berperan penting dalam sejarah Indonesia.
Harmoko: Menteri Penerangan RI, pada pemilihan umum 1977, Harmoko terpilih sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat, sebagai anggota organisasi Golongan Karya (Golkar) yang berkuasa. Pada tahun 1983, ia diangkat Menteri Penerangan, kemungkinan karena latar belakangnya di jurnalisme. Pada 1993, Harmoko terpilih sebagai Ketua Golkar, menjadi tokoh sipil pertama yang memegang jabatan tersebut. Pada Juni 1997, ia diangkat menjadi menteri negara untuk urusan khusus, jabatan yang dijabatnya hanya tiga bulan karena pada Oktober 1997, ia dipilih untuk menjabat sebagai Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat.
Jakob Oetama: Pendiri Kelompok Usaha Kompas Gramedia, ia dikenal sebagai jurnalis yang menerapkan nilai kejujuran dan humanisme dalam kariernya.
Rosihan Anwar: Seorang jurnalis legendaris dan guru bagi banyak wartawan, ia dikenal karena konsisten bersikap kritis dan produktif menulis di berbagai media.
SK Trimurti: Seorang tokoh pers dan aktivis kemerdekaan yang berperan penting dalam sejarah pers nasional.
Herawati Diah: Wartawan senior dan tokoh pers perempuan pertama yang menulis buku autobiografi berjudul Endless Journey.
Tan Malaka: Selain sebagai tokoh pergerakan nasional, ia juga aktif sebagai jurnalis yang sering mengekspos kesenjangan sosial.
Mochtar Lubis: Salah satu tokoh pers berpengaruh yang juga dikenal sebagai penulis.
“Para tokoh tersebut di atas berhasil memperkuat posisinya sebagai wartawan di tengah masyarakat. Keterlibatan para tokoh dengan masyarakat membuat PWI Jaya makin disegani. Dampaknya, PWI makin dikenal dan dihargai oleh masyarakat,” tegas Benny Joewono.
“Ketika para tokoh pers tersebut dikenal dan dihargai oleh masyarakat, mereka juga akan mudah mempengaruhi kebijakan dan pengambilan keputusan penting pemerintah. Dan, para tokoh pers ini dipercaya untuk membantu pemerintah sebagai pembantu Presiden,” jelasnya.
“Saat ini banyak tokoh pers yang publik figur maupun yang masuk di ranah politik dan menjadi menteri, namun menurut saya tidak terlalu dikenal dan dihargai masyarakat, utamanya di era disrupsi media digital & sosial. Tetapi ini sekadar pendapat pribadi saya,” ujar Benny Joewono.
“Kenapa? Karena karya nyata mereka tidak dikenal masyarakat, mereka tidak dekat dengan masyarakat,” tegasnya.
Terakhir, Benny Joewono merespon pernyataan Ketua PWI Jaya Kesit Budi Handoyo terkait sikap PW Jaya dalam membangun otoritas moral dan intelektual organisasi.
“Itu memang wajib menjadi konsep utama PWI Jaya. Dan itu harus dipertahankan. Kita wajib memberi teguran, memperingatkan, atau bahkan memberi punishment kepada anggota kurang atau bahkan tidak beretika. Mekanismenya tentu di Dewan Kehormatan yang lebih paham,” pungkas Benny Joewono.