Jakarta, BIJAK
Baru saja Peraturan Pemerintah No: 57/2021 tentang Standar Nasional Pendidikan diprotes karena tak mencantumkan mata pelajaran Pancasila. Kini, giliran Kemendikbud diprotes oleh warga nahdiyin lantaran Kamus Sejarah tak memasukkan nama Hadratusyeh K.H. Hasyim Asy’ari pendiri Ormas Islam terbesar dan dan berjasa bagi kemerdekaan dan mengisi kemerdekaan Indonesia itu.
“Sebagai penggemar sejarah, saya sendiri belum membaca langsung. Saya dapat info dari sesama teman LKN. Jika benar, harus ada jalan jernih menyelesaikannya. Ini bukan cuma soal nama besar apalagi primordialisme,” tanggap Wasekjen Lembaga Kebudayaan Nasional (LKN), Suryadi, M.Si kepada media, Selasa (20/4/21) di Jakarta.
Dr. Usmar, Ketua Lembaga Penjamin Mutu (LPM) Universitas Moestopo, Jakarta menginfokan seraya mengirimkan link protes warga Nahdiyin dan petinggi PKB kepada Suryadi saat jam sahur, Selasa (20/4/21).
Usmar juga mengirimkan Pdf Kamus Sejarah yang diterbitkan oleh Dit Sejarah, Ditjen Kebudayaan, Kemendikbud.
Sebelum masuk ke isi, Kamus Sejarah tersebut, juga memuat dua pengantar Direktur Sejarah, Triana Wulandari dan Dirjen Kebudayaan, Dr. Hilmar Farid.
“Saya tidak membaca tentang tanggal, bulan dan tahun Kamus Sejarah itu kapan diterbitkan,” kata Suryadi.
Mantan guru berlatar pendidikan bahasa Inggris dan sejarah ini, mengingatkan pentingnya kamus sebagai satu acuan untuk bertolak mengartikan suatu kata.
Dalam kamus Bahasa Inggris – Indonesia (KII) yang sangat familiar bagi kalangan pendidik dan peserta didik di Indonesia, ‘dictionary’ diartikan sebagai kamus.
Sementara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2002: 499), lanjut Suryadi yang juga alumni Ilmu Politik Pascasarjana Unas, Jakarta, kamus setidaknya diartikan sebagai:
1. Buku acuan yg memuat kata dan ungkapan. Biasa disusun menurut abjad berikut keterangan tentang makna, pemakaian, atau terjemahannya.
2. Buku yg memuat kumpulan istilah atau nama yang disusun menurut abjad beserta penjelasan tentang makna dan pemakaiannya.
Sejarah itu sendiri, tentang masa lampau yang unik. Dikatakan unik, lanjut Suryadi, karena memang tidak terjadi oleh pelaku pada dimensi waktu dan ruangan yang sama.
Suryadi menunjuk contoh, Proklamasi Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945 di Jakarta. “Itu cuma satu, tidak ada duanya di dunia ini,” tukas Suryadi.
Meski belum membaca Kamus Sejarah Jilid I yang diterbitkan oleh Dit Sejarah, Ditjen Kebudayaan, Kemendikbud RI, Suryadi mengimbau agar persoalan ini tidak dibawa-bawa ke ranah politik.
Sebab, nama terhormat K.H.Hasyim Asy’ari sebagai pendiri NU yang sangat berjasa dalam ikut melahirkan Indonesia merdeka serta mengisi dan mempertahankannnya, tidak akan bisa dihilangkan oleh siapa pun.
Soal K.H. Hasyim Asy’ari, lanjutnya bukan sekadar soal nama tokoh, tapi tentang sosok yang melakukan sesuatu yang berharga dan terhormat bagi bangsa Indonesia.
“Mudah-mudahan ini hanya kareba ‘human eror’, bukan sesuatu yang memang direncanakan sehingga dapat di-interpretasi sebagai tendensius,” harap Suryadi.
Silakan lihat pada realitas masyarakat dan sejumlah buku sejarah termasuk Sejarah Nasional Indonesia, nama K.H. Hasyin Asy’ari bukan sekadar ada tapi eksis.
“Dikatakan eksis, karena peninggalannya berupa moderasi kebangsaan dan tentang paham kebangsaan dalam keberagaman terwariskan kepada seluruh anak bangsa, bukan cuma bagi kaum Nahidiyin,” urai Suryadi.
Bagaimanapun kata Suryadi, agar dijaga persoalan ini tidak berlarut-larut berputar dalam sekadar interpretasi. “Harus segera ditemukan formulasi terbaik bagi bangsa ini,” ungkap Suryadi.
Warga NU yang jumlahnya sangat besar itu, sudah teruji. Lanjutnya, hal itu dapat dilihat baik di masa penjajahan, krisis, damai maupun di masa seperti sekarang ‘banyak pengguna medsos lebih pandai memainkan jempol ketimbang hati dan pikir’.
Oleh karena itu, lanjutnya, jika benar tak ada nama K.H. Hasyim Asy’ari dalam Kamus Sejarah yang baru diterbitkan, terpenting Kemendikbud segera secara terbuka mengeluarkan Pernyataan Kekhilafan dan Minta Maaf.
Pada saat yang sama Kemendikbud, menunjukkan itikad baik melakuan perbaikan dan berjanji untuk lebih berhati terhadap penyusunan sejarah Kamus Sejarah .
Pada bacaan Suryadi, dalam Kamus Sejarah yang ditulis oleh Robert Cribb dan Audrey Kahin, nama K.H. Hasyim Asy’ari tercantum sebagai pendiri NU, serupa dengan K.H. Ahmad Dachlan sebagai pendiri Muhammadiyah. Red