Jakarta, BIJAK
Pelibatan tiga Rumah Sakit (RS) TNI dalam penyingkapan kabut “Peristiwa Duren Tiga, Jumat, 8 Juli 2022”, akan makin baik bila mampu meminimalisasi kesimpangsiuran yang terlanjur berkembang di masyarakat dua pekan terakhir.
“Apalagi, ahli dari RSCM dan sebuah RS swasta nasional juga akan dilibatkan. Kontrol publik, termasuk dari berbagai jenis media pun kini sangat kuat dan efektif,” kata pemerhati budaya dan kepolisian, Suryadi, M.Si di Jakarta, Ahad (24/7/22).
Di era reformasi ini, TNI dan Polri sudah pada porsi masing-masing, TNI di bidang pertahanan dan Polri dalam penegakkan hukum demi keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas). “Itu kan yang dilibatkan personel RS TNI dengan reputasi keahliannya,” ujar Suryadi.
Kendatipun demikian, patut dicermati adanya dua hal yang telah terpublikasi dan ketika dihubung-hubungkan, sangat mudah mengundang interpretasi-interpretasi publik. Pertama menyebutkan, pihak kepolisian menyetujui dilakukan autopsi ulang atau ekshumasi dengan tim independen dan melibatkan rumah sakit tiga matra TNI.
“Akan dibentuk tim independen yaitu melibatkan dokter-dokter forensik gabungan dari RSPAD, RSAL, RSAU, RSCM, dan salah satu RS swasta nasional. Termasuk yang diajukan polisi,” kata pengacara keluarga korban Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak di Jakarta, Kamis, 21 Juli 2022 (www.viva.co.id/berita/nasional/1500385, Kamis, 21 Juli 2022 – 18:38 WIB)
Sampai di situ, menurut Suryadi, tak ada masalah. “Tetapi, ada yang seperti memancing di ‘air keruh’ saja ketika kemudian muncul isu kedua menyebutkan, bahwa pengacara Brigadir J adalah pensiunan perwira tinggi TNI AD,” kata Suryadi (lihat pejabatpublik.com dan facebook. https://www.facebook.com/pejabatpubliku/ PejabatPublik @pejabatpubliku · Situs Web Berita & Media).
Produk media maya itu berciri khas, cepat bergulir dan mudah diakses oleh publik. Dari situ muncul interpretasi bermacam-macam. Pengalaman menunjukkan, sejak diungkapnya “Peristiwa Kelam Duren Tiga, Jumat,8 Juli 2022”, 11 Juli 2022 hingga kini, hal serupa telah terjadi menyusul beragamnya komentar dan pandangan dari mereka yang berbeda latar belakang,
Beruntung sebuah grup WA usia 60-an asal Sumsel, cepat menanggapi isu kedua sehingga clear. Tegas terungkap, purnawirawan Pati TNI AD yang dimaksud adalah kawan mereka semasa remaja di Sumsel dan bukan pengacara keluarga J. Seorang senior jurnalis pensiunan sebuah TV swasta menyatakan, “Antara si pengacara dan pensiunan Pangdam itu, hanya ada kesamaan nama dan marga.”
*Tentang AKP Polwan*
Belakangan muncul pula pemberitaan yang merugikan seorang polwan berparas cantik berpangkat AKP (setara kapten di TNI). “Terkesan semacam pengalihan isu saja, isi berita tak menjawab judul berita. Cuma jual judul. Kasihan si Polwan,” komentar Suryadi.
Akibatnya, kata Suryadi lebih lanjut, publik dapat terpancing menghubung-hubungkannya si Polwan dengan IJP FS, (seperti a.l. INSulteng.com, Senin, 18/7/22, 11:12 WIB). Pati FS adalah suami PC, perempuan yang tersiar telah dilecehkan dan diancam dibunuh oleh J sebelum J tewas terkena sejumlah tembakan Bharada E.
Terlepas dari terbukti atau tidak kelak tentang si Polwan, lanjutnya, itu soal lain. Tetapi, saat ini, ia sudah jadi bulan-bulanan insinuasi. “Kasihan dia. Kalau memang ada fakta, seperti kejadian belum lama ini, seorang Kapolsek di Parigi Moutong, Sulteng yang meniduri perempuan anak tersangka pidana, ya ungkap saja,” urai Suryadi.
.
Jadi dari “Peristiwa Duren Tiga”, urai Suryadi, ada korban meninggal dan ada pula “korban hidup”. Korban meninggal J, sedangkan PC dan Bharada E kini hidup dalam sorotan publik sebelum segala sesuatunya terungkap tuntas.
Belakangan seorang Pamen dan Pati Polri telah pula jadi “korban” setelah dinonaktifkan oleh Kapolri. Pamen itu Kapolrestro Jakarta Selatan (Jaksel) yang awal-awal menangani perkara, dan satu lagi Karo Paminal Div Propam Polri. Sementara IJP FS sudah lebih dahulu dinonaktifkan oleh Kapolri.
Penonaktifan Kapolrestro Jaksel dan Karo Paminal, menurut Suryadi, tidak bisa hanya dilihat cuma sebagai risiko jabatan. Mereka menambah deretan panjang “korban hidup” dari pengatur skenario kasus pembunuhan yang sampai saat ini belum ditemukan.
Sebagaimana PC dan E, Kapolrestro Jaksel dan Karopaminal, juga telah lebih dahulu “dihukum” oleh masyarakat. “Belum lagi penderitaan yang harus ditanggung masing-masing keluarga, mereka pasti malu akibat perbuatan penskenario,” kata Suryadi.
Untuk itu, ia mengingatkan, mereka yang dilibatkan dalam rangkaian pengungkapan kabut “Peristiwa Duren Tiga”, agar benar-benar bersitegak pada integritas profesi sebagai ekspert di bidang masing-masing. FH