Serang, BIJAK
Kepolisian Daerah (Polda) Banten dan jajaran siap – siaga mengantisipasi terjadinya bencana alam di saat musim penghujan saat ini. Pasukan Brimob, Sabhara, dan jajaran Polres-polres disiagakan untuk itu.
“Semua jajaran siap mengantisipasi dan membantu warga saat bencana terjadi,” kata Kapolda Banten Irjen Pol. Dr. Rudy Heriyanto Adi Nugroho, S.H., M.H. dalam siaran pers Bidang Humasnya usai “zooming meeting” terpusat Rapat Koordinasi Penanggulangan Bencana Nasional, Rabu (3/3/21).
Di sis lain, Kapolda mengatakan, selain itu dibutuhkan kepedulian dan tindakan konkret dari semua pemangku kepentingan termasuk dari masyarakat sendiri.
Menurutnya, penanggulangan bencana adalah urusan bersama. Itu sebabnya, pada tataran instansi Pemerintah di Banten, senantiasa melakukan rakor penanggulangan bencana di tingkat Provinsi Banten.
“Sebab, penanggulangan bencana memang tidak dapat dilakukan sendiri, melainkan melibatkan segenap komponen, baik pada pra, saat dan pascabencana,” ujar mantan Kepala Divisi Hukum Polri ini.
Polda Banten sendiri telah menyiagakan khususnya pasukan Brimob dan Sabhara dengan segala perlengkapan kebencanaan. Inspeksi kesiagaan pun dilakukan, di samping rutin melakukan simulasi penanggulangan bencana.
Dalam acara di Ruang Video Conferensi (RVC) Mapolda Banten, Rudy mengikuti secara “zooming” bersama para pejabat utamanya (PJU) antara lain Dikrimum, Kombes Pol. Martri Sonny S.I.K.,M.H, Dirsamapta Kombes Pol. Noerwiyanto, S.I.K. dan Kepala Sekolah Polisi Negara (SPN) Mandalawangi, Kombes Pol. Noffan Widyayoko S.I.K.,M.A.
Rakornas langsung dari istana tersebut mendengarkan pidato Presiden Joko Widodo. Hadir langsung dalam “zooming meeting” dari Istana itu Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy dan Kepala BNPB Doni Monardo. Sementara, di daerah-daerah hadir secara virtual Gubernur, Bupati/ Wali Kota, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), selain diikuti para Kapolda.
Secara terpisah pengamat budaya, Suryadi, M.Si mengingatkan, kerusakan lingkungan hutan di Banten dapat dirasakan penduduk lewat dampak yang ditimbulkannya setiap tahun, setiap kali datang hujan dengan curah tinggi. Di Banten, sangat menyolok terjadi di wilayah Kabupaten Lebak, Pandeglang, Tangerang, dan Kota Cilegon.
Ada baiknya, lanjut Suryadi, semua pemangku kepentingan termasuk masyarakat, belajar kepada kearifan dan nilai-nilai kesetempatan (lokalitas). Di daerah ini sudah lama hidup kearifan tanpa bisa terusik oleh mereka yang mengklaim modern.
“Coba lihat, apakah daerah yang dihuni oleh warga Baduy Dalam dan Baduy Luar di Kenekes itu, pernah mengalami bencana alam saat hujan tinggi?. Kenapa?, mereka memang butuh alam lingkungan hidup, tapi mereka tidak merusak?” kata pendiri Pusat Studi Komunikasi Kepolisian (PUSKOMPOL) itu.
Khusus di daerah Lebak yang rawan banjir dan longsor, Suryadi mengimbau, baik Pemda maupun Pemerintah Pusat tidak terjebak pada tindakan sekadar terus-terusan menertibkan para petambang emas liar.
Ia meminta agar dana-dana yang tersedia di Kementerian KLH dan Pemda diarahkan untuk melatih, sehingga mereka dapat beralih ke profesi lain. “Kalau tidak, ya kucing-kucingan terus. Hari ini diamankan, nanti kalau bencana sudah berlalu, mereka balik lagi jadi petambang liar,” urai Suryadi.
Banten Rawan Bencana
Pada pertengahan November 2020, Kepala BPBD Provinsi Banten, Nana Suryana kepada media mengatakan, Kabupaten Lebak dan Pandeglang menjadi daerah rawan terjadinya bencana alam di akhir tahun.
“Lebak dan Pandeglang itu (rawan) longsor, banjir, gempa bumi, tsunami. Karena memang wilayah selatan masuk ‘ring of fire’,” kata Nana kepada media (Kamis, (12/11/2020).
Banten Selatan, Ia menggambarkan, memiliki kondisi geografi perbukitan, pegunungan, dan terdapat lereng rawan terjadinya longsor akibat curah hujan tinggi. “Memang labil dan harus diwaspadai,” ujar Nana.
Selain Lebak dan Pandeglang, wilayah lain di Banten juga berpotensi terjadi bencana banjir genangan, baik dari curah hujan tinggi maupun air kiriman. Wilayah rawan banjir genangan yakni Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan, Cilegon dan Serang.
Sementara itu, sepekan jelang akhir Januari 2021, BPBD Kabupaten Lebak mengingatkan agar, masyarakat meningkatkan kewaspadaan bencana banjir dan tanah longsor. “Ini untuk menghindari jatuhnya korban akibat bencana alam,” kata Plh Kepala BPBD Kabupaten Lebak, Febby Rizky Pratama (Minggu, 24/1/2021).
Berdasarkan prakiraan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) puncak hujan berpeluang Januari sampai Februari 2021 sehingga berpotensi terjadi bencana banjir dan tanah longsor. Tapi, saat ini sudah Maret, ternyata hujan masih terus-menerus terjadi.
Selama ini, wilayah Kabupaten Lebak masuk daerah langganan banjir dan longsor jika cuaca buruk yang ditandai oleh hujan lebat disertai angin kencang dan sambaran petir. Pengalaman, banjir bandang dan tanah longsor awal 2020 pada enam kecamatan di Kabupaten Lebak mengakibatkan sembilan korban jiwa dan ribuan warga mengungsi.
Selain itu juga puluhan infrastuktur dan ratusan rumah warga hilang dan rusak berat akibat bencana alam tersebut. “Kami minta warga agar waspada jika curah hujan lebat dengan intensitas tinggi, terlebih malam hingga dinihari,” ujarnya menjelaskan.
Menurut Febby, daerah rawan bencana banjir di Kabupaten Lebak tersebar di 12 kecamatan dan tanah longsor di 16 kecamatan. Daerah rawan tersebut dengan topografi perbukitan, pegunungan dan aliran sungai.
Menurutnya, masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana alam, jumlahnya ribuan kepala keluarga. Untuk menghindari korban berjatuhan, ia mengimbau, sebaiknya warga mengungsi ke tempat yang lebih aman jika curah hujan meningkat.
Tiga Langkah
Presiden Joko Widodo mengingatkan, Indonesia adalah termasuk dalam 35 negara paling bencana di dunia. Kunci utama dalam mengurangi risiko tersebut, lanjut Presiden, adalah pencegahan dan mitigasi bencana. Akan tetapi, bukan berarti aspek lain dalam manajemen kebencanaan menjadi tidak diperhatikan.
“Kita harus mempersiapkan diri dengan antisipasi yang betul-betul terencana dengan baik, detail. Jangan sampai kita hanya bersifat reaktif saat bencana terjadi,” tegas Presiden seraya minya perhatian pada tiga hal penting:
Pertama, tidak hanya sibuk membuat aturan. Perhatikan pelaksanaan di lapangan terutama aspek pengendalian dan penegakan standar-standar. Misalnya, yang berkaitan dengan gempa; standar bangunan tahan gempa, fasilitas umum dan fasilitas sosial. Juga, agar segera lakukan koreksi dan penguatan apabila ditemukan ketidaksesuaian di lapangan dengan standar-standar yang ada.
Kedua, kebijakan untuk mengurangi risiko bencana harus terintegrasi dari hulu hingga ke hilir dan tidak boleh ada ego sektoral ataupun ego daerah.
Ketiga, pentingnya manajemen tanggap darurat serta kemampuan melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi dengan cepat. Untuk itu, jajaran terkait harus terus memperbaiki hal tersebut.
Sementara itu, Kepala BNPB Doni Monardo mengatakan, BNPB mencatat dalam rentang waktu satu tahun sejak Februari 2020, sedikitnya ada 3.253 kejadian bencana di Indonesia.
Setiap hari, lanjut Doni, setidaknya ada sembilan kali kejadian bencana meliputi gempa, tsunami, erupsi gunung berapi, kebakaran hutan dan lahan (karhutla), banjir, banjir bandang, tanah longsor, dan angin puting beliung.
Editor: Simpang